| Kenalan Hanzsensei |

Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesihatan - Harun Yahya


Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain, Allah berfirman:
"...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sukar memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji.
"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43)

Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an,
"...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeza dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu.

Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Ini kerana mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membezakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja.

Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sihat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.

Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resepi yang telah terbukti bagi kesihatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf menimbulkan keadaan baik dalam fikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stress. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan kesan pada fizikal yang dapat diamati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya melalui sistem kawalan suhu di dalam tubuh. Ketika anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, anda tidak menyedari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sukar untuk berfikir rasional – memperburuk keadaan.


Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesihatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyedari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerosakan hubungan.

Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan fikiran yang sangat merosakkan kesihatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bahagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala kesan merosak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sihat, baik secara lahir maupun batin.

Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan redha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Sumber: HarunYahya.com

Ke Dalam Diri...


Kita sering berdepan dengan pelbagai kecaman dan kritikan pelbagai jenis orang dari 'background' yang berbeza. Hal ini tentunya telah mencipta himpunan persepsi diri yang memberi makna baik dan buruk kepada kita.

Namun, inilah realiti dunia yang kita saksikan seakan-akan ia memberitahu kepada kita bahawa diri kita yang bernama manusia ini amat bernilai kualitinya. Dalam erti kata lain, dunia ini memerlukan kita untuk terus hidup bererti dan mampu berdiri menghadapi pancarobanya. Sebenarnya apa yang ingin saya persoalkan dalam minda dan ingin kita kongsi bersama tentunya adalah bagaimana kita mampu membangunkan kekuatan jiwa dalam kelemahan manusia seperti kita yang hina sifatnya.

Seringkali kita mendengar ucapan dari rakan2, atau sesiapa sahaja yang pernah bersama kita beranggapan "no body is perfect!". Semuanya sedar eksistensinya dengan alam masing2 punya kekuatan dan kelemahan persis manusia biasa . Namun disebalik ketidaksempurnaan diri manusia ini terkandung hikmah tersembunyi bersesuaian dengan firman Allah ta'ala:

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin." 20

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"21
- Surah AZ-ZHARIAT



Bagi saya tidak perlulah kita bersusah-payah berfikir bagaimana kita sebenarnya, persoalan yang signifikan adalah siapakah kita sebenarnya?. Saya tidak ingin meletakkan diri saya dalam kelompok "be yourself" namun hakikatnya masih salah dalam mentafsir erti diri. Kita harus sedar kesilapan kita mengenal pasti identiti diri akan menyebabkan kepincangan makna hidup yang menjerumuskan kita ke kancah kesesatan dan pastinya jauh dari kebenaran.


Set mentaliti seorang muslim tidak terfikir untuk melakonkan suatu karekteristik melalui penampilan kerana baginya tiada masa untuk berbuat demikian. Andainya keyakinan dan masa depan kita adalah akhirat, apa perlu risau dan bimbang dengan tanggapan orang terhadap diri kita yang sebenar? itu hanyalah satu persepsi mereka yang mungkin salah dan mungkin juga benar, kalau tepat ianya suatu kebetulan dan ia tidak bermakna suatu kebenaran. Kebenaran mengenai diri kita adalah apabila kita meletakkan diri kita pada fitrah yang sepatutnya serta memenuhi tujuan penciptaan.

Pertemuan dengan Tuhan itulah yang meyakinkan kita dengan identiti muslim ini walaupun sering terdedah dengan masalah hati dan jiwa. Lupakan soal hipokrasi kerana kita memusuhi sikap kepura-puraan sebagai seorang individu yg muslim layaknya dan jadilah hamba yang selalu bertaubat kerana kita dituntut untuk itu dan kembali pada Allah.

Walaupun dalam keadaan maksum, Nabi sendiri bertaubat namun taubat seperti mereka pun kita tidak mampu buat!, mereka hamba yang banyak bersyukur. Kita tidak akan pernah terlepas dari kesilapan kerana kita dicipta dengan penuh kekurangan untuk merasai kebesaran dan kemuliaan yang maha Esa. Jangan selalu menyebut2 kesalahan orang lain, boleh jadi kita yang merasa diri ini suci akan dihukum akibat kesalahan sendiri kelak!.

TAUBAT ADALAH JALAN MENUJU TUHAN......

Nukilan Fikrah: Amin El-Futuwwah

10 PESANAN ALLAH S.A.W KEPADA NABI MUSA A.S

Abul-Laits Assamarqandi meriwayatkan kepada sanadnya dari Jabir bin Abdillah r.a. berkata Rasulullah S.A.W bersabda : " Allah S.W.T. telah memberikan kepada Nabi Musa bin Imran a.s. dalam alwaah 10 bab :

· Wahai Musa jangan menyekutukan aku dengan suatu apa pun bahwa aku telah memutuskan bahwa api neraka akan menyambar muka orang-orang musyrikin.

· Taatlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu nescaya Aku peliharamu dari sebarang bahaya dan akan Aku lanjutkan umurmu dan Aku hidupkan kamu dengan penghidupan yang baik.

· Jangan sekali-kali membunuh jiwa yang Aku haramkan kecuali dengan hak nescaya akan menjadi sempit bagimu dunia yang luas dan langit dengan semua penjurunya dan akan kembali engkau dengan murka-Ku ke dalam api neraka.

· Jangan sekali-kali sumpah dengan nama-Ku dalam dusta atau durhaka sebab Aku tidak akan membersihkan orang yang tidak mensucikan Aku dan tidak mengagung-agungkan nama-Ku.

· Jangan hasad dengki dan irihati terhadap apa yang Aku berikan kepada orang-orang, sebab penghasut itu musuh nikmat-Ku, menolak kehendak-Ku, membenci kepada pembahagian yang Aku berikan kepada hamba-hamba-Ku dan sesiapa yang tidak meninggalkan perbuatan tersebut, maka bukan daripada-Ku.

· Jangan menjadi saksi terhadap apa yang tidak engkau ketahui dengan benar-benar dan engkau ingati dengan akalmu dan perasaanmu sebab Aku menuntut saksi-saksi itu dengan teliti atas persaksian mereka.

· Jangan mencuri dan jangan berzina isteri jiran tetanggamu sebab nescaya Aku tutup wajah-Ku daripadamu dan Aku tutup pintu-pintu langit daripadanya.

· Jangan menyembelih korban untuk selain dari-Ku sebab Aku tidak menerima korban kecuali yang disebut nama-Ku dan ikhlas untuk-Ku.

· Cintailah terhadap sesama manusia sebagaimana yang engkau suka terhadap dirimu sendiri.

· Jadikan hari Sabtu itu hari untuk beribadat kepada-Ku dan hiburkan anak keluargamu. Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda lagi : "Sesungguhnya Allah S.W.T menjadikan hari Sabtu itu hari raya untuk Nabi Musa a.s. dan Allah S.W.T memilih hari Juma'at sebagai hari raya untukku."

Kisah Luqman Al-Hakim dengan Telatah Manusia

Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, 'Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki."

Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di passar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu."

Sebaik saja mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksakan himar itu."
Oleh kerana tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai."

Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan telatah mereka, katanya, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah S.W.T saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya,

"Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, iaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."

AYAT KURSI MENJELANG TIDUR

Abu Hurairah R.A. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," gertak Abu Hurairah.
Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : "Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan."

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.
Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : "Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?"
Ia mengeluh, "Ya Rasulullah, bahwa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan," jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahwa ia kasihan kepada pencuri itu,, lalu dilepaskannya.

"Bohong dia," kata Nabi : "Pada hal nanti malam ia akan datang lagi."
Kerana Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan.Dan, benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kelmarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.
"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," ancam Abu Hurairah, sama seperti kelmarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun : "Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi."

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawapan yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : "Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi."

Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kelmarin itu dilepaskan begitu saja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ? "Awas!" katanya dalam hati. "Kali ini tidak akan kuberikan ampun."

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. "Nah, benar juga, ia datang lagi," katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.

"Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga." "Lepaskan saya," pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahwa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : "Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna."

"Kalimat-kalimat apakah itu?" Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. "Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi."

Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.
Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

"Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?" tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.
"Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan," jawab Abu Hurairah.
"Kalimat apakah itu?" tanya Nabi.
Katanya : "Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula : "Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari."

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, "Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta." Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : "Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang ertemu denganmu tiaap malam itu?"
"Entahlah." Jawab Abu Hurairah.
"Itulah SYAITAN."


Keturunan Yakjuj Makjuj

KISAH mengenai Bani Israel jelas dinyatakan di dalam al-Quran melalui pelbagai ayat dan surah. Banyak teks yang menerangkan perihal mereka, terutama membabitkan ajaran diperjuangkan nabi dan rasul di kalangan mereka.


"Wahai Bani Israel! Kenangkanlah nikmat-nikmat-Ku yang Aku telah kurniakan kepada kamu, dan (ingatlah) bahawasanya Aku telah melebihkan (nenek moyang) kamu (yang taat dahulu) atas orang (yang ada pada zamannya). (al-Baqarah:47)


Dalam kamus Inggeris orang Yahudi atau Israel dikenali sebagai Jew, dari istilah Perancis giu. Jew asalnya istilah Hebrew, merujuk kepada orang Yahudi, etnik dari Israel atau Hebrew (ahli kaum Semit Arab dan Yahudi).

Bahasa Latin ringkasya bermaksud Judaean, dari perkataan Judah, iaitu nama kerajaan Judah dan satu suku kaum Israel.

Jerman memanggilnya Jude, Juif (Perancis), Jode (Denmark) dan Judio (Sepanyol).

Mengikut sejarah, Yahudi yang difahami merujuk dari zaman dahulu kala, malah mengikut adat mengembalikan kepada zaman millennium kedua Sebelum Masihi, dari Nabi Ibrahim, Nabi Ishak dan Yaakub a.s.

Nabi Yaakub, putera kepada Nabi Ishak, yang dilahirkan di Kan'an (bahasa Hebrew, nama lama bagi Palestin), dinasabkan dengan keturunan Bani Israel dan baginda dinamakan juga Israel.

Isra' membawa erti hamba, kesucian, manusia, manakala 'el' bererti Allah. Perkataan Israel merujuk kepada hamba kesucian Allah.

"Segala jenis makanan dulu halal bagi Bani Israel, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israel (Nabi Yaakub) kepada dirinya sendiri sebelum diturunkan Kitab Taurat..." (Ali Imran: 93)

Begitupun, dalam pemahaman moden, Yahudi merujuk kepada tiga kumpulan; orang yang dilahirkan dalam keluarga Yahudi sama ada mengikuti atau tidak agama itu; mereka yang mempunyai keturunan; dan tiada keturunan Yahudi tetapi memeluk agama itu.

Fakta penyelidikan seorang sarjana Yahudi, Arthur Koestler, menunjukkan lebih daripada 80 peratus Yahudi hari ini langsung tidak mempunyai kaitan sejarah dengan bumi Palestin.

Majoriti Yahudi sekarang berketurunan Yahudi Khazar iaitu puak Tartar-Turki kuno, di utara Kaukaz (kawasan bekas Soviet) yang asalnya mengamalkan kepercayaan Shamanisme. Cuma sekitar abad kesembilan menjadikan Judai (Yahudi) sebagai agama.

Kemudian Khazar dianggap sebagai satu daripada empayar kegemilangan Yahudi manakala penduduk Khazar dipercayai menjadi antara moyang bangsa Yahudi moden ketika ini.

Pendeta Benedictine, Christian dari Stavelot dalam bukunya yang ditulis pada abad kesembilan, "Expositio in Matthaeum Evangelistam' merujuk Khazar sebagai bangsa nomad yang berasal daripada keturunan Yakjuj dan Makjuj.

Seorang pengembara Arab, Ibnu Fadlan dalam catatan perjalanannya ketika mengadakan misi diplomatik untuk menghadap orang suruhan Raja Khazar menyatakan beliau percaya Yakjuj dan Makjuj adalah moyang kepada Khazar.

Berbanding bangsa Palestin, dikenali juga sebagai bangsa Kan'an yang diperakui mendiami tanah itu dari awal sejak sekian lama sebelum orang Israel mendatangi lokasi terbabit.

Orang Yahudi moden berusaha menubuhkan Tanah Israel (Land of Israel), khususnya mereka berhaluan utama untuk dikongsi semua golongan terbabit.

Istilah Tanah Israel bukannya negara Israel, iaitu sebuah negara geopolitik moden yang lebih kecil, tetapi ia dikatakan wilayah menurut Injil Hebrew dijanjikan Tuhan kepada pengikut Ibrahim melalui puteranya Isa dan orang Israel, pengikut Yaakub.

Negara moden Israel hari ini terbentuk pada 14 Mei 1948. Peringkat awal pembentukannya menyaksikan perpindahan besar-besaran, termasuk saki baki Holocaust (pemusnahan oleh Nazi Jerman, 1941-1945 membabitkan korban enam juta Yahudi).

Kerajaan Israel dikenali juga sebagai rejim Zionis, iaitu pergerakan politik antarabangsa yang menyokong tanah air orang Yahudi di Land of Israel. Pergerakan rasminya diasaskan seorang wartawan Austria, Theodor Herzl pada akhir kurun ke-19.

Menurut Agensi Yahudi, pada 2007 ada 13.2 juta Yahudi seluruh dunia, dengan 5.3 juta tinggal di Israel, 5.3 juta di Amerika Syarikat dan bakinya bertaburan di pelbagai negara, mewakili 0.2 peratus populasi semasa dunia.

Yahudi terkenal sebagai suatu bangsa yang mengingkari perintah Tuhan, golongan yang melampau dalam banyak aspek, keras kepala dan taksub. Teks al-Quran dan lipatan sejarah membuktikan kenyataan itu.

Sebagai contoh, ketika pemergian Nabi Musa a.s selama 40 hari ke Thur Sina, sesetengah mereka menyembah patung anak lembu. Walaupun dinasihati, mereka tidak mempedulikannya.

Kehidupan orang Yahudi terbahagi kepada beberapa zaman, dengan yang pertama berakhir apabila rumah ibadat pertama dimusnahkan orang Babylon. Rumah ibadat itu dibangunkan Nabi Sulaiman.

Mereka ditakluki pelbagai kuasa besar, seperti orang Assyrians (dari bahagian atas Sungai Tigris di Iraq), Babylon, Parsi, Empayar Roman dan Islam. Cuma di bawah kekuasaan Islam mereka dilayan dengan adil.

Di wilayah Iberia misalnya, pemerintahan Muslim memberi kebebasan kepada Yahudi memajukan diri dalam matematik, astronomi, falsafah, kimia dan filologi, sehingga zaman itu sering dirujuk sebagai zaman emas Yahudi.

Pada masa awal Islam, Leon Poliakov menulis, orang Yahudi mendapat banyak keistimewaan dan masyarakat mereka bertambah maju.

Dalam tempoh penaklukan pelbagai kuasa besar, mereka acap kali diusir, malah dijual dalam pengabdian pada masa Empayar Roman.

Pada kurun kedua Maharaja Roman Hadrian membina semula Jerusalem yang hancur sebagai kota orang jahiliah dan dijadikan tempat upacara agama orang Yahudi. Marah dengan penghinaan itu, mereka memberontak.

Hadrian bertindak balas, memadamkan pemberontakan dengan membunuh lebih setengah juta Yahudi.

Kemudian pada zaman Roman Legions, orang Yahudi tidak dibenarkan memasuki kota Jerusalem (dikenali Muslim sebagai al-Quds atau Baitulmaqdis) dan kebanyakan ibadat mereka dilarang. Pada tahun 212, semua orang Yahudi dijadikan rakyat Roman.

Pada akhir kurun empayar Rom, orang Yahudi dan Kristian mengamalkan tolak ansur, tetapi arah tuju yang bertentangan.

Orang Yahudi pernah bersekutu dengan orang Parsi yang menceroboh Palestin pada 614, tetapi apabila perintah Kristian diasaskan semula akhirnya mereka disembelih dan dilupuskan dari Jerusalem.

Ternyata mereka tidak pernah belajar daripada penaklukan, penghinaan dan pemusnahan dialami sepanjang sejarah, akibat suka membuat onar dan bersengketa.

Hari ini mereka bersengketa pula dengan orang Islam, terutama rakyat Palestin.

Sumber H.Metro, 16 Jan 2009

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin